Thursday, June 10, 2010

Penerapan Strategi Pembelajaran Problem Solving dalam Memahami Perilaku Menyimpang pada Siswa Kela I SMA Muhammdiyah Ratulangi Makassar


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik aspek pengetahuan (kognitif), sikap (objektif), dan keterampilan (psikomotorik), dan berlangsung secara bertentang dan keberlanjutan sebagai upaya meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa khususnya pada aspek pengetahuan (kognitif) dapat dilihat dalam ujian tengah semester maupun pada akhir semester. Tes tersebut dimanakah prestasi belajar mengingat betapa pentingnya prestasi bagi seluruh segi kehidupan manusia baik itu segi keguruan praktisnya maupun dari segi pengembangan ilmu pengetahuan, maka dari hal itu diharapkan siswa mampu meningkatkan prestasinya, agar tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang dasar 1945 yang dijabarkan dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, yang berbunyi bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia juga beriman memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab dan berjiwa kebangsaan. Selain itu, dalam UU No. 20 tahun 2003 juga dijabarkan tentang sistem pendidikan nasional yang tercantum dalam pasal 3 yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, pemerintah dengan segala kebijakannya dijabarkan ke dalam bentuk perubahan kurikulum, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan sehingga pelatihan terhadap guru-guru bidang studi khususnya bidang studi sosiologi. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas penguasaan materi sosiologi khususnya perilaku menyimpang. Selain itu berdasarkan kurikulum tahun 1999 pemerintah mengamanahkan untuk memperkokoh sistem pendidikan di tanah air dengan cara penerapan strategi pembelajaran problem solving.
Usaha perbaikan sistem pendidikan nasional tidak hanya sampai disitu, terbitnya undang-undang tentang sistem pendidikan nasional diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Undang-undang tentang sistem pendidikan menegaskan bahwa satuan pendidikan sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan.
Sebagaimana telah dideskripsikan Departemen Pendidikan nasional dalam kurikulum sosiologi tahun 2004 bahwa pembelajaran sosiologi berperan sebagai wahana pengembangan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pemahamannya terhadap fenomena kehidupan sehari-hari. Sebagai wahana pengembangan kemampuan siswa, materi pembelajaran mencakup konsep-konsep dasar, pendekatan metode dan teknik analisis dalam pengkajian berbagai fenomena dan permasalahan yang ditemui dalam kehidupan nyata hidup bermasyarakat. Materi tersebut sekaligus menjadi pengantar bagi siswa yang berminat mendalami sosiologi lebih lanjut. Malik Fajar, (1988:62) menyebutkan bahwa kegiatan pendidikan adalah kegiatan pembelajaran. Betapapun baiknya kontruksi filsafat pendidikan, tetapi jika tidak ditindaklanjkuti dengan kegiatan pembelajaran yang baik, pendidikan dapat dikatakan telah mengalami kegagalan semenjak proses yang paling awal. Jadi kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran, termasuk sosiologi khususnya untuk memahami perilaku menyimpang sangat penting.
Guru sebagai komponen penting dari tenaga kependidikan, memiliki tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran guru diharapkan paham tentang pengertian strategi pembelajaran. Pengertian strategi pembelajaran dikaji dari dua kata pembentukannya, yaitu strategi dan pembelajaran. Kata strategi berarti cara dan seni menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pembelajaran digunakan strategi pembelajaran dengan menggunakan berbagai sumber daya atau guru dan media untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pada hakikatnya program pembelajaran tidak hanya memahami, menguasai apa dan bagaimana sesuatu terjadi. Berpijak pada permasalahan tersebut, maka pembelajaran problem solving menjadi sangat penting untuk diajarkan kepada siswa. Pada dasarnya tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pemecahan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat seperti terjadi perilaku menyimpang. Untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang andal dalam pemecahan masalah maka diperlukan serangkaian strategi pembelajaran problem solvinng.
Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengantisipasi situasi yang baru.
Idealnya aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan masalah-masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari seperti perilaku menyimpang. Hakikat pemecahan masalah adalah melakukan operasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistematis, sebagai seorang pemula (novice) memecahkan suatu masalah. Menurt Travers (dalam Suharsono, 1991) kemampuan yang berstruktur prosedural harus dapat diuji transfer pada situasi permasalahan baru yang relevan.
Penerapan strategi problem solving terhadap pembelajaran sosiologi dalam memahami perilaku menyimpang, sangat efektif digunakan karena model pembelajaran dengan mengharapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai bijakan dalam belajar dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan sedangkan yang dimaksud dengan perilaku menyimpang adalah setiap individu yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat (Paul Harton) kaitan antara strategi pembelajaran problem solving dengan perilaku menyimpang adalah sama-sama berbasis masalah, dimana membahas masalah dan mencari jalan penyelesaian.
Menurut Bound dan Feliti (1997) dan Fagrarty (1997) strategi pembelajaran problem solving merupakan suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat kontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk open-ended melalui stimulasi dalam pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran problem solving ini memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:
- Belajar dari suatu permasalahan
- Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa
- Mengorganisasikan pembelajaran diseputar permasalahan bukan seputar disiplin ilmu
- Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.
Adapun mengapa mengangkat model pembelajaran problem solving dalam memahami perilaku menyimpang, karena perilaku menyimpang adalah salah satu perilaku yang melanggar norma yang berlaku dalam masyarakat, sedangkan problem solving mengkaji bagaimana menyesuaikan masalah dengan pendekatan terhadap masalah itu sendiri.
Kirley (2003) menyimpulkan beberapa hasiul penelitian telah dilakukan terdapat strategi pemecahan masalah atau problem solving yaitu model strategi pemecahan masalah lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMA dibandingkan dengan strategi pemecahan masalah lain. Model pembelajaran problem solving mempunyai karakteristik seperti pemecahan masalah merupakan aktivitas kognitif tetapi dipengaruhi oleh perilaku, hasil-hasil pemecahan masalah dapat dilihat dari tindakan atau perilaku dalam mencari tindakan manipulasi dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Untuk menggunakan model pembelajaran problem solving dalam memahami perilaku menyimpang akan melalui tahapan pembelajaran seperti:
- Identitas masalah
Identitas masalah merupakan tahapan awal, strategi ini dan tahap ini, guru membimbing siswa untuk memahami aspek-aspek permasalahan
- Mendefinisikan masalah
Dalam tahap ini kegiatan guru meliputi membantu membimbing siswa melihat hal, sebagai informasi dan akhirnya merupakan permasalahan.
- Mencari solusi
Dalam tahap ini kegiatan guru adalah membantu dan membimbing siswa berbagai alternatif pemecahan masalah paling tepat
- Melaksanakan strategi
Dalam tahap ini siswa dibanding secara bertahap dalam melakukan permasalahan-permasalahan
- Mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruhnya
Dalam tahap ini guru membimbing siswa melihat/mengoreksi kembali cara-cara pemecahan masalah yang telah dilakukan apa sadar, benar, sudah lengkap atau sudah sempurna
Kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu dapat dibentuk melalui bidang studi disiplin ilmu yang diajarkan (Suharsono, 1991)
Dengan begitu peneliti merasa perlu melakukan penelitian dengan judul PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MEMAHAMI PERILAKU MENYIMPANG PADA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH WILAYAH RATULANGI MAKASSAR.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah ada pengaruh strategi pembelajaran problem solving pada pokok bahasan memahami perilaku menyimpang pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Wilayah Ratulangi Makassar?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan tujuan:
Mengetahui dampak metode problem solving (pemecahan masalah) dalam memahami perilaku menyimpang pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Wilayah Ratulangi Makassar

D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi Lembaga
Sebagai penambah sumber keilmuan yang baru bagi lembaga, sehingga lembaga tersebut lebih sering menggunakan strategi pembelajaran solving sebagai upaya menuju terhadap demokratisasi pendidikan
b. Bagi Guru
Sebagai alat tolak ukur bagi metode yang telah disampaikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, sehingga guru dapat menggunakan strategi pembelajaran problem solving, dalam kegiatan belajar mengajar guna mencapai terhadap berbagai tujuan yang diinginkan atau dalam menyelesaikan permasalahan.
c. Bagi Siswa
Sebagai tambahan ilmu mengenai metode dalam pendidikan, sehingga mereka mengetahui bahwa dalam pendidikan mereka bukan hanya dijadikan sebagai obyek melainkan perlu dijadikan sebagai subyek.
d. Bagi Peneliti
- Sebagai suatu eksperimen yang dapat dijadikan salah satu acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya
- Untuk menambah wawasan keilmuan tentang metode problem solving
- Sebagai sumbangsi pemikiran dari peneliti yang merupakan wujud aktualisasi peran mahasiswa dalam pengabdiannya tahap lembaga pendidikan




E. Hipotesis
Berdasarkan tujuan pustakaan dan kerangka berpikir di atas maka, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut hasil belajar problem solving dalam memahami perilaku menyimpang.
Ha : Pembelajaran problem solving efektif dalam memahami perilaku menyimpang pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Wilayah Ratulangi Makassar
Ho : Pembelajaran problem solving tidak efektif dalam memahami perilaku menyimpang pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Wilayah Ratulangi Makassar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya dengan mengutip pemikiran J.R David Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam satu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari dua bagian pula, yaitu: (1) exposition discovery learning dan (2) group individual learning (Rowntres dalam Wena Sanjaya, 2008) ditinjau dari cara penyajian dengan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifat masih konseptual dan untuk mengoptimalkan tulisannya digunakan berbagai metode pembelajaran, ataupun dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah, (2) demonstrasi (3) diskusi, (4) simulasi, (5) laboratorium, (6) pengalaman lapangan (7) brains troming, (8) dapat (9) symposium dan sebagainya.
Dalam proses pembelajaran dikenal juga dengan istilah desain pembelajaran jika strategi pembelajaran lebih bekernaaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu.
Strategi menurut Poerwardamita adalah ilmu siasat perang, siasat perang, bahasa pembicaraan akal (tipu muslihat) untuk mencapai suatu maksud, sedangkan pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “Instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut insitructur atau instrure” yang artinya menyampaikan pikiran. Dengan demikian arti pembelajaran adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku perubahan. Muhammad Surya memberikan pengertian pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu yang memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pengertian ini lebih menekankan kepada murid (individu) sebagai pelaku perubahan.
Pengertian lain dirumuskan oleh Oemar Halik, bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Menyimak pengertian di atas maka strategi identik dengan teknis siasat (Strategi pembelajaran) dapat ditanami sebagai suatu cara atau seperangkat cara atau jalan yang dikabulkan dan ditempuh oleh seorang guru atau murid dalam melakukan upaya terjadinya suatu perubahan tingkah laku atau sikap.
Surya mengemukakan ada lima prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran, pertama, pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku, prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu adalah adanya perubahan perilaku dalam diri individu (walaupun tidak semua perubahan perilaku individu merupakan hasil pembelajaran), kedua, hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku dan bukan satu atau dua aspek saja. Perubahan itu meliputi aspek kognitif, afektif dan motorik. Ketiga, pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktifitas yang berkesinambungan, keempat, proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya suatu tujuan yang akan dicapai, kelima, pembelajaran adalah merupakan bentuk pengalaman, pengalaman pada dasarnya adalah interaksi individu dengan lingkungannya sehingga banyak memberikan pengalaman dari situasi nyata.
Dari uraian di atas dapat penulis sampaikan bahwa yang dimaksud strategi pembelajaran adalah suatu cara atau metode yang dilakukan oleh individu (guru) terhadap individu lain (murid) dalam upaya terjadinya perubahan pada aspek kognitif, afektif dan motorik secara berkesinambungan.

2. Pembelajaran Problem Solving
a. Pengertian
Sebelum memberikan pengertian problem solving atau pemecahan masalah, terlebih dahulu membahas tentang masalah atau problem. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah jika seorang tidak mempunyai aturan tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.
Menurut Dolya (dalam Hudoto, 2003: 150) terdapat dua macam masalah.
(1) Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkrit, termasuk teka-teki. Kita harus mencari variabel masalah tersebut, kemudian mencoba untuk mendapatkan menghasilkan atau mengkonstruksi semua jenis objek yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah adalah sebagai berikut:
(a) Apakah yang dicari?
(b) Bagaimana data yang diketahui?
(c) Bagaimana syaratnya?
(2) Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pertanyaan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya, kita harus menjawab pertanyaan “Apakah pernyataan itu benar atau salah?” bagaimana utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu fenomena yang harus dibuktikan kebenarannya.
Penyelesaian masalah merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha-usaha untuk menyelesaikannya sampai memperoleh penyelesaiannya. Sedangkan pengajaran menyelesaikan masalah merupakan tindakan guru dalam mendorong siswa agar menerima tantangan dari pernyataan bersifat menantang dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan pernyataan tersebut (Sukoyanto, 2005: 103).
Pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa melalui penugasan atau pertanyaan-pertanyaan. Fungsi guru dalam kegiatan ini adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan bimbingan dalam proses.

b. Tujuan Pembelajaran Problem Solving
Berhasil tidaknya suatu pengajaran tergantung kepada suatu tujuan yang hendak dicapai tujuan dari pembelajaran problem solving adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Hudojo (2005: 155) yaitu sebagai berikut:
(1) Semua menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisanya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya
(2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intristit bagi siswa
(3) Ptensi inteletual siswa meningkat
(4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan pemenuhan

c. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Solving
Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan oleh guru di dalam memberikan pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:
(1) Menyajikan masalah dalam bentuk umum
(2) Menyajikan kembali masalah dalam bentuk operasional
(3) Menentukan strategi masalah
(4) Menyelesaikan masalah
Sedangkan menurut Hudoyo dan Sutawijaya (dalam Hudoyo, 2003: 162) menjelaskan bahwa langkah-langkah yang diikuti dalam penyelesaian problem solving yaitu sebagai berikut:
(1) Pemahaman terhadap masalah
(2) Pemahaman penyelesaian masalah
(3) Melaksanakan perencanaan
(4) Melihat kembali penyelesaian
Strategi mengajar penyelesaian masalah adalah bagian dari strategu belajar problem solving. Penyelesaian masalah menurut Johansen dan Tessmer (dalam Made Wena, 2009: 88) ada lima tahapan”
(1) Identitas masalah
(2) Mendefinisikan masalah
(3) Mencari solusi
(4) Melaksanakan strategi
(5) Mengkaji kembali dan mengevaluasi

Model Pemecahan Masalah






Gambar 2.1 Model pembelajaran masalah menurut gick dan Hoyoak (dalam Made Wena, 2009: 82)

d. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Problem Solving
(1) Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis
(2) Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi
(3) Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek
(4) Mendidik siswa percaya diri sendiri
Kelemahan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut:
(1) Memerlukan waktu yang cukup banyak
(2) Kalau di dalam kelompok itu kemampuan anggotanya heterogen, waktu siswa yang pandai dan mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja

e. Aspek Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah proses penerapan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal, penilaian terhadap kemampuan siswa dalam pemecahan masalah disarankan mencakup kemampuan yang terlibat dalam proses pemecahan masalah, yaitu memahami masalah, merencanakan masalah, menyelesaikan masalah (melaksanakan rencana pemecahan masalah) menafsirkan hasilnya dari hasil karya siswa dalam memecahkan masalah dapat dilihat beberapa jauh kemampuan siswa dalam memecahkan masalah tinjau dari kemampuan-kemampuan tersebut. Penilaian dapat dilakukan secara holistik (keseluruhan) atau analitik (perbagian). Pada keyakinannya, siswa sering terhalang dalam memecahkan masalah karena lemahnya (tidak terbiasa) mengembangkan strategi pemecahan masalah dan hanya pemahaman konsep atau prosedur yang terkandung dalam penyelesaian masalah.
Dari langkah-langkah strategi pembelajaran problem solving yang telah diuraikan di atas dapat dilihat bahwa strategi pembelajaran problem solving dapat membantu siswa memahami materi pembelajaran, terutama dalam memahami perilaku menyimpang secara operasional kegiatan proses pembelajaran strategi pemecahan masalah atau problem solving dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tahap Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Identifikasi masalah Memberikan permasalahan Memahami permasalahan secara umum
Membimbing siswa memahami aspek-aspek permasalahan Mencermati aspek-aspek yang terkait dengan permasalahan
Membimbing siswa mengkaji hubungan antara data Melakukan pengkajian hubungan antar data
membimbing siswa memecahkan masalah Melakukan memecahkan masalah
Membimbing siswa mengembangkan hipotesis Mengembangkan hipotesis
Mendefinisikan masalah Membimbing siswa melihat data atau variabel yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui Mencermati data atau variabel yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui
Membimbing siswa mencari dan menelusuri berbagai informasi dari berbagai sumber Mencari dan menelusuri berbagai informasi dari berbagai sumber
Membimbing siswa melakukan penyaringan berbagai informasi yang telah terkumpul Melakukan penyaringan berbagai informasi yang telah terkumpul
Membimbing siswa melakukan perumusan masalah Merumuskan masalah
Mencari solusi Membimbing siswa mencari berbagai alternatif pemecahan masalah Mencari berbagai alternatif pemecahan masalah
Membimbing siswa mengkaji setiap alternatif pemecahan masalah dan strategi sudut pandang Melakukan pengkajian setiap alternatif pemecahan masalah dan strategi sudut pandang
Membimbing siswa mengambil keputusan untuk memilih satu alternatif pemecahan masalah yang paling tepat Memutuskan memilih satu alternatif pemecahan masalah yang paling tepat
Melaksanakan strategi Membimbing siswa melaksanakan pemecahan masalah secara bertahap Melakukan pemecahan masalah secara bertahap
Mengkaji kembali Membimbing siswa melihat/mengoreksi kembali cara-cara pemecahan masalah Melihat/mengoreksi kembali cara-cara pemecahan masalah
Membimbing siswa melihat/mengkaji pengaruh strategi yang digunakan dalam pemecahan masalah Melihat/mengkaji pengaruh strategi yang digunakan dalam pemecahan masalah

Gambar 2.2 Kegiatan proses pembelajaran problem solving menurut Kirkley (dalam Made Wena, 2009: 90)










Strategi Pembelajaran Problem Solving



















Gambar 2.2 Strategi pembelajaran problem solving oleh Jonasessen & tessmes (dalam Made Wena 2009: 89


Indikator keberhasilan memecahkan masalah ditunjukkan oleh kemampuan:
a. Menunjukkan pemahaman masalah
b. Menyajikan masalah perilaku menyimpang
c. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam memecahkan masalah
d. Penilaian proses pembelajaran dilakukan terus menerus pada tiap pertemuan dengan mengacu pada semua identitas yang telah ditetapkan di setiap kompetensi dasar baik hasil penelitian beberapa pertemuan pada pembelajaran satu kompetensi dasar akhirnya akan diperoleh deskripsi atau gambar pencapaian kompetensi tiap siswa pada kompetensi dasar yang mencakup semua indikatornya.

3. Pengertian Perilaku Menyimpang
Proses sosialisasi yang dibangun melalui interaksi sosial tidak selamanya selalu menghasilkan pola-pola perilaku yang sesuai dan dikehendaki masyarakat. Ada kalanya proses sosialisasi tersebut menghasilkan perilaku yang menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Padahal perilaku yang sesuai dengan yang diterima masyarakat diperlukan dalam interaksi sosial untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban di masyarakat.
Menurut Paul B, Horton penyimpangan adalah setiap individu yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Adapun beberapa defenisi perilaku menyimpang sosial, seperti James Rander Zander mengatakan perilaku menyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan diluar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang. Sama halnya menurut Robert M.Z Lawang, perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha yang berlaku dalam satu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut. Begitu juga dengan Bruce J Cohen mengemukakan perilaku menyimpang adalah setiap individu yang tidak berhasil menyelesaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.
Setiap kelompok menginginkan adanya perilaku yang teratur dan sesuai dengan yang diinginkan pada anggotanya. Keteraturan dihasilkan dari proses sosial dengan harapan-harapan kelompoknya. Apabila perilaku yang terjadi tidak sesuai dengan tuntunan masyarakat maka terjadi suatu penyimpangan.
Perilaku menyimpang itu merupakan hasil dari proses sosialisasi yang tidak sempurna. Paul (B. Horton, (dalam idianto M, 2004: 147).
Penyimpangan juga bisa disebabkan oleh penyerapan nilai dan warna yang tidak sesuai dengan tuntunan masyarakat. Kedua hal tersebut cukup berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seseorang sehingga menghasilkan perilaku yang menyimpang.
Tidak semua perilaku menyimpang merupakan perbuatan yang negatif. Ada perilaku yang menyimpang yang menghasilkan nilai-nilai dan norma baru yang berguna bagi masyarakat dalam upaya memenuhi tuntunan perubahan. Namun demikian, tidak sedikit perilaku menyimpang yang justru berdampak buruk bagi masyarakat karena menganggu ketertiban dan merusak keteraturan yang ada di masyarakat tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya pengendalian sosial untuk mengarahkan masyarakat ke arah keteraturan dan keterlibatan. Melalui proses pengendalian sosial, perilaku menyimpang yang positif dikembangkan sedangkan perilaku menyimpang juga bisa menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat dicegah dan diluruskan.

a) Ciri-ciri perilaku menyimpang
Menurut Paul B. Horton, (dalam idianto M, 2004: 148) penyimpangan sosial memiliki enam ciri sebagai berikut:
1. Penyimpangan harus dapat didefinisikan
Tidak ada catatan perbuatan yang begitu saja dinilai menyimpang. Suatu perbuatan dikatakan menyimpang jika memang didefinisikan sebagai menyimpang. Perilaku menyimpang bukanlah semata-mata ciri tindakan yang dilakukan orang, melainkan akibat dari adanya peraturan dan penerapan saksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tersebut.
2. Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak
Perilaku menyimpang tidak selalu merupakan hal yang negatif. Ada beberapa penyimpangan yang diterima bahkan dipuji, dan dihormati seperti orang jenius mengemukakan pendapat-pendapat baru yang kadang-kadang bertentangan dengan pendapat umum.
3. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
Pada kebanyakan masyarakat modern, tidak ada seorang pun yang masuk kategori sepenuhnya penuh (konfirmasi) atau pun sepenuhnya penyimpangan (orang benar-benar menyimpang)
4. Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya sosial
Budaya ideal disini adalah peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat, tetapi dalam kenyataannya tidak ada seorang pun yang penuh terhadap segenap peraturan resmi antara budaya nyata dengan budaya sosial selalu terjadi kesenjangan artinya, peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan hidup selama sehari-hari cenderung banyak di langgar.
5. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan
Apabila pada suatu masyarakat terdapat nilai atau norma yang melarang suatu perbuatan yang minim sekali diperbuat oleh banyak orang, maka akan muncul norma-normal menghindarkan. Norma penghindaran adalah pola-pola perbuatan tanpa harus menentang nilai-nilai, tata kelakuan secara terbuka. Jadi norma-norma penghindaran merupakan suatu bentuk menyimpang perilaku yang bersifat setengah melembaga
6. Penyimpangan sosial bersifat adaptif (penyesuaian)
Penyimpangan sosial tidak selalu menjadi ancaman karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemeliharaan stabilitas sosial. Disatu pihak masyarakat memerlukan keteraturan dan kepastian dalam kehidupan. Kita harus mengetahui sampai batas tertentu, perilaku apa yang kita harapan dari orang lain, apa yang orang lain ingin dari kita, serta wujud masyarakat seperti apa yang pantas bagi sosialis anggotanya.
b) Jenis-jenis perilaku menyimpang
Penyimpangan primer dan sekunder. Sebagai makhluk sosial dan makhluk yang berpikir, manusia mempunyai pola-pola perilaku yang tidak tetap. Ada kalanya manusia berprilaku sesuai dengan kehendak umum, tetapi di lain kesempatan bertindak menentang atau tidak sesuai dengan kehendak umum. Oleh karena itu dikenal dua jenis penyimpangan yaitu:
1. Penyimpangan sosial primer
Penyimpangan sosial primer adalah penyimpangan yang bersifat sementara (temporer) orang yang melakukan penyimpangan primer masih tetap dapat diterima oleh kelompok sosialnya karena tidak secara terus-menerus melanggar norma-norma umum, misalnya pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas, meminum minuman keras di suatu pesta. Seorang yang melakukan penyimpangan seperti contoh di atas pada umumnya masih dapat diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat. Alasannya, penyimpangan yang dilakukan itu bersifat sementara, di lain kesempatan tidak akan dilakukan lagi.
2. Penyimpangan sosial sekunder
Penyimpangan sosial sekunder adalah penyimpangan sosial yang dilakukan secara terus menerus, meskipun sanksi telah diberikan kepadanya, sehingga pada pelakunya secara umum dikenal sebagai orang yang berprilaku menyimpang.
Misalnya seseorang yang meminum-minuman keras dan mabuk-mabuk terus menerus dimanapun berada. Atau seorang siswa SMA yang terus menerus mencontek pekerjaan teman sekelasnya. Seseorang yang telah dikategorikan berprilaku menyimpang sekunder tidak diinginkan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat.
Penyimpangan Individu dan Kelompok
Berdasarkan jumlah individu yang terlibat dalam perilaku menyimpang, maka penyimpangan sosial dibedakan menjadi dua jenis sebagai berikut:
1. Penyimpangan individu
Penyimpangan individu dilakukan sendiri tanpa ada campur tangan orang lain. Hanya satu individu yang melakukan suatu yang bertentangan dengan norma-norma umum yang berlaku, perilaku seperti ini secara nyata menolak norma yang telah diterima secara umum dan berlaku dalam waktu yang lama (mapan)
2. Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok terjadi apabila perilaku menyimpang dilakukan bersama-sama dalam kelompok tertentu, individu yang termasuk dalam situasi seperti ini bertindak sesuai dengan norma-norma sub kebudayaannya yaitu kebudayaan kelompoknya, yang jelas-jelas bertentangan atau tidak mau menerima norma-norma umum yang berlaku dalam masyarakat.

c) Penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan
Dari sudut pandang sosiologi setiap masyarakat mempunyai tujuan-tujuan dan memiliki cara-cara yang diperkenankan untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai faktor akibat dari proses sosialisasi, individu belajar mengenali tujuan-tujuan kebudayaannya selain itu. Mereka ragu mempelajari cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang selaras dengan kebudayaannya. Apabila kesempatan untuk mencapai tujuan-tujuan ini tidak ada, individu-individu itu mencari alternatif. Perilaku alternatifnya kemungkinan akan menimbulkan penyimpangan sosial. Apalagi jika tidak individu diberi kesempatan untuk memilih cara-cara mencapai tujuan kebudayaan sendiri-sendiri maka kemungkinan akan terjadi perilaku yang menyimpang semakin besar.
a. Perilaku menyimpang karena sosialisasi
Teori sosialisasi didasarkan pada pandangan bahwa dalam sebuah masyarakat ada norma inti dan nilai-nilai tertentu yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat. Perilaku menyimpang disebabkan oleh adanya gangguan pada proses penyerapan dan perilaku seseorang atau menyimpang jika kadar penyimpangan dalam dirinya lebih besar dari pada kadar perilaku yang wajar atau perilaku yang umum diterima di masyarakat.
Jika seorang siswa bergaul dengan orang-orang yang berprilaku menyimpang seperti berandalan, pemabuk, atau pencandu narkoba, maka lambat daun ia akan mempelajari nilai-nilai dan norma itu kemudian diserap dalam kepribadiannya, lama kelamaan ia melakukan perbuatan-perbuatan itu.
b. Perilaku menyimpang karena annomir
Secara sederhana anomir diartikan sebagai suatu keadaan di masyarakat tanpa norma.
Namun Emile Durtheim, Anomie adalah suatu situasi tanpa norma dan tanpa arah sehingga tidak tercipta keselarasan ada, konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan sebuah masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai tetapi antara norma dan nilai yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan, akibatnya timbul keadaan tidak hanya seperangkat nilai atau norma yang dapat dipatuhi secara konsisten dan diterima secara luar.
Robert K. Merton menganggap anomie disebabkan adany ketidakharmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara yang dicapai tujuan tersebut. Perilaku menyimpang akan meluas jika banyak orang yang semula menempuh cara-cara yang wajar beralih ke cara-cara yang menyimpang.
c. Penyimpangan karena hubungan deferensial
Menurut Dwin H. Sutherand, agar terjadi penyimpangan seorang harus mempelajari terlebih dahulu bagaimana caranya pengajaran ini terjadi karena akibat interaksi sosial antara seseorang dan orang lain.
Contoh:
Seorang yang ingin berprofesi sebagai perampok karena terdesak kebutuhan hidup dan ingin cepat kaya dan cara yang singkat dan tidak wajar berusaha mempelajari cara-cara merampok dari teman-temannya yang lebih dulu menjadi perampok
d. Perilaku menyimpang karena pemberian julukan (labeling)
Teori ini menyebutkan bahwa perilaku menyimpang lahir karena adanya batasan (cap, julukan, sebutan) atas suatu perbuatan yang disebut menyimpang. Dengan memberikan cara pada sesuatu perilaku sebagai perilaku menyimpang, berarti kita menciptakan serangkaian perilaku yang cenderung mendorong orang untuk melakukan penyimpangan.
Menurut Edwin M. Lemert, seseorang menjadi orang yang menyimpang karena proses labeling berupa julukan, cap, etiket dan merk yang ditunjukkan oleh masyarakat ataupun lingkungan sosialnya. Mula-mula seseorang melakukan penyimpangan primer (primarx deriation) . akibat dilakukannya penyimpangan tersebut, misalnya pencurian, penipuan, pelanggaran susila, sipelaku penyimpangan ini lalu diberi cap sebagai “pencuri”, “penipu”, “wanita nakal”, atau “orang gila”
Dari sudut pandang biologi
Sebagai besar ilmuwan berpandangan bahwa kebanyakan prilaku menyimpang disebabkan oleh faktor-faktor biologi, seperti tipe-tipe sel tubuh. Sejumlah ilmuwan seperti lombosa, Kirtschmer Harton Von Venting dan Sheldion melakukan perbuatan menyimpang.
• Sheldon mengidentifikasikan tipe tubuh menjadi 3 tipe dasar (bundar, halus, gemuk), (berotot, atletis), (tipis, kurus)
• Cesare Lmbroso berpendapat bahwa orang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang-tulang, pipi panjang kelainan pada mata yang khas, tangan-tangan, jari-jari kaki serta tangan relatif besar dan saluran gigi yang abnormal

Dari sudut pandang psikologi
Teori psikolog tidak dapat memberikan banyak bantuan untuk menjelaskan penyebab perilaku menyimpang.
Menurut Sigmund Freud (dalam Idianto 2004: 156) membagi diri manusia menjadi tiga bagian penting sebagai berikut:
• Id, sebagai diri yang bersifat tidak sadar, naluriah yang mudah terpengaruh oleh gerak hati
• Ego, bagian diri yang bersifat sadar dan rasional
• Supereo, bagian diri yang telah menyerap nilai-nilai textural dan berfungsi sebagai suara hati.
Menurut Freud perilaku menyimpang terjadi apabila Id yang berlebihan (tidak terkontrol) muncul bersamaan dengan supernego yang tidak aktif, sementara dalam waktu yang sama ego yang seharusnya dominan tidak berhasil memberikan perimbangan.
Dari sudut padang krimonologi
a. Teori konflik
Dalam teori ini terdapat dua macam konflik, yaitu sebagai berikut:
1) Konflik budaya, terjadi apabila dalam suatu masyarakat terdapat sejumlah kebudayaan khusus yang masing-masing cenderung tertutup sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya kesepakatan nilai.
2) Konflik kelas sosial, terjadi akibat suatu kelompok yang menciptakan peraturan sendiri untuk melindungi kepentingannya pada kondisi ini terjadi eksploitasi hak-hak istimewa kelas atas dianggap mempunyai perilaku menyimpang sehingga dicap sebagai penjahat
b. Teori pengendalian
Kebanyakan orang menyesuaikan diri dengan nilai dominan karena adanya pengendalian diri dari dalam maupun dari luar. Pengendalian dari dalam berupa norma yang dihayati dan nilai yang dipelajari seorang. Dalam masyarakat konvensional, terdapat empat hal yang mengikat individu terhadap norma masyarakatnya.
1) Kepercayaan, mengacu pada norma yang dihayati
2) Ketanggapan, yakni sikap tanggap seseorang terhadap pendapat orang lain, berupa sejauh mana kepekaan seseorang terhadap kadar penerimaan konformis
3) Keterkaitan (komitmen) berhubunganb dengan berapa banyak imbalan yang diterima seseorang atas perilakunya yang konformis
4) Keterlibatan, mengacu pada kegiatan seseorang dalam berbagai lembaga masyarakat seperti Majelis Ta’lim sekolah dan organisasi-organisasi setempat


B. KERANGKA BERPIKIR
Dalam memberikan pembelajaran kepada siswa, terlebih dahulu melihat materi yang akan diajarkan serta tujuan dari mata pelajaran tersebut. Disini akan diajarkan mata pelajaran sosiologi dengan materi perilaku menyimpang salah satu bidang studi dimana materi ini banyak berhubungan langsung dengan situasi nyata kehidupan sehari-hari. Idealnya, dalam proses pembelajarannya manfaatkan suatu pendekatan yang efektif yang bertujuan agar potensi kemempuan memecahkan masalah dapat diselesaikan dengan baik.
Salah satu pendekatan yang dianggap ideal adalah pendekatan pembelajaran problem soving, merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang di ajarkan dengan situsi dunia nyata siswa dan mendorong membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Secara garis besar, pelaksanaan pembelajaran problem solving tidak lepas dari beberapa komponen-komponen system pembelajaran yang satu dengan yang lain saling berinteraksi, komponen-komponen tersebut adalahtujuan pembelajaran, materi pembelajaran, meetode dan media yang relevan, serta evaluasi yang berfungsi sebagai tolak ukur bagi siswa dan guru, sejauh mana keberhasilan pembeljaran yang telah dilaksanakan.




Adapun skemakerangka piker dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:






















BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Subyek Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) (Classroom Action Research) dengan dua siklus belajar, setiap siklus terdiri dari atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan observasi, can refleksi. Penelitian dilakukan dengan tujuan penerapan strategi pembelajaran problem solving dalam memahami perilaku menyimpang pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Wilayah Ratulangi Makassar.
2. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah Wilayah Ratulangi Makassar, subyek penelitian ini adalah siswa kelas X pada semester ganjil pada tahun ajaran 2010/2011 dengan jumlah 22, diantaranya 10 perempuan dan 12 laki-laki.

B. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan terdiri dari dua siklus, siklus I dimulai dengan perencanaan pembelajaran sesuai dengan identifikasi masalah yang dilakukan oleh peneliti bersama guru untuk mengajar di kelas X SMA Muhammadiyah Wilayah Ratulangi Makassar. Perencanaan pembelajaran di buat selanjutnya dilaksanakan di kelas (pelaksanaan), selama kelemahan selama melaksanakan siklus I yang selanjutnya dijadikan pertimbangan pada perencanaan siklus II, pelaksanaan siklus pada dasarnya sama dengan siklus II. Secara lebih rinci prosedur yang akan dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

















(Arikunto, 2007: 19)
Gambar 3.1
Alur dan tahapan pelaksanaan penelitian




Berdasarkan model di atas maka prosedur kerja penelitian sebagai berikut:
a. Siklus I
1. Tahap Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan sebagai berikut:
a) Telaah kurikulum SMA Muhammadiyah wilayah Ratulangi Makassar
b) Menyusun kerangka pembelajaran (RPP)
c) Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas saat pelaksanaan tindakan
d) Membuat lembar observasi sebagai pegangan siswa untuk mengukur kemampuan alat evaluasi mereka selama KBM berlangsung
e) Membuat alat evaluasi untuk melihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berdasarkan materi yang diberikan
f) Perencanaan tindakan yaitu menggunakan metode strategi pembelajaran problem solving
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini tindakan dilaksanakan pada setiap tatap muka ataupun langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:
a) Wawancara, yaitu peneliti mengadakan dialog atau wawancara cara dengan kepala sekolah atau guru sosiologi yang berdasarkan lokasi penelitian, sebagai tambahan dalam kelengkapan data.
b) Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan oleh penulis terhadap obyek yang akan diteliti seperti mengamati aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran problem solving
c) Dokumentasi, metode ini dipergunakan untuk mendapat data tentang hasil belajar pendidikan sosiologi kelas X SMA Muhammadiyah wilayah Ratulangi Makassar dengan menggunakan instrumen tes formatif. Tes formatif adalah tes yang diberikan pada siswa setelah selesai satu pokok bahasan oleh guru bidang studi kemudian dilanjutkan dengan pembelajaran problem solving.
3. Tahap observasi
Observasi ini dilakukan pada saat guru melaksanakan proses belajar mengajar. Guru mencatat hal yang dialami oleh siswa, situasi dan kondisi belajar siswa berdasarkan lembar observasi yang sudah disiapkan dalam hal ini mengenai kehadiran siswa, perhatian ketidakaktifan dalam mengikuti proses belajar mengajar. Pada tahap ini juga memberikan evaluasi tes hasil belajar selama 3 kali pertemuan pada siklus I yang telah disediakan jenis tes berupa pilihan ganda yang terdiri item 20 soal yang mewakili seluruh materi yang telah dibahas. Menganalisis data hasil observasi dan tes untuk mengetahui skor yang diperoleh siswa serta beberapa kali melakukan pertemuan dengan menerapkan strategi pembelajaran problem solving.
4. Tahap Refleksi
Pada tahap ini peneliti dapat merefeleksikan setiap hal yang diperoleh melalui lembar observasi kemudian memiliki dan mempelajari perkembangan hasil siswa pada siklus I, dan kedua hasil inilah yang selanjutnya dijadikan acuan bagi peneliti untuk merencanakan perbaikan dan penyempurnaan pada siklus berikutnya (siklus I) sehingga hasil yang dicapai lebih baik dari siklus sebelumnya.
b. Siklus II
Berdasarkan pemahaman terhadap perilaku menyimpang pada pelaksanaan tindakan siklus I yang tidak memenuhi indikator, maka perlu dilaksanakan tindakan siklus II sebagai kelanjutan dan penyempurnaan serta perbaikan dan pelaksanaan tindakan siklus I.
1. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan perlengkapan pembelajaran berupa perencanaan pembelajaran dan bahan ajar dari materi perilaku menyimpang yang akan diajarkan yang telah direvisi
b. Melengkapi materi/bahan ajar yang akan digunakan, dimana alat dan bahan ajar dari materi perilaku menyimpang yang akan diajarkan yang telah direvisi
c. Mempersiapkan lembar observasi siklus II untuk data kemampuan pemahaman materi pelajaran.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan siklus II ini, pelaksanaannya hampir sama pada pelaksanaan tindakan I, namun pada pelaksanaan tindakan II ada beberapa aspek yang merupakan perbaikan dari pelaksanaan tindakan I antara lain: menekankan pada siswa memecahkan masalah-masalah yang udah membuat rangkuman jawaban mengenai pertanyaan yang telah diajukan, menekankan kepada siswa untuk membuat catatan-catatan kecil mengenai pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan.
3. Tahap Observasi
Observasi dilakukan pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan pada akhir siklus II diberi evaluasi untuk mengetahui terjadinya hasil peningkatan belajar siklus.
4. Tahap Refleksi
Hasil yang diperoleh observasi dan evaluasi menunjukkan bahwa kepada siklus II telah mencapai indikator keberhasilan. Dimana hasil refleksi dari siklus I mengalami peningkatan pada siklus II sehingga penelitian ini tidak dilanjutkan lagi

C. Teknik Pengumpulan Data
Jenis data dan cara pengambilan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data tentang hasil pembelajaran problem solving dalam memahami perilaku menyimpang siswa yang diperoleh dengan menggunakan tes hasil belajar pada setiap akhir siklus. Untuk data mengenai keaktifan dan kesungguhan siswa dalam mengikuti proses belajar yang akan diambil pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pedoman observasi.


D. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari pelaksanaan observasi dianalisis secara kualitatif. Sedangkan data hasil belajar perilaku menyimpang statistik deskriptif yang meliputi skor rata-rata. Persentase, standar deviasi nilai maksimum yang dicapai setiap siklus.
Skor hasil belajar dikategorikan dengan menggunakan kategorisasi skala lima, yang mengacu pada teknik kategorisasi standar yang diterapkan oleh departemen pendidikan nasional (dalam Kusmiati, 2007: 27) yang dinyatakan sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kriteria Persentase pada surat edaran direktorat pendidikan menengah umum No. 288/C3/MN/99

No Nilai Kategorisasi
1 0 – 34 Sangat rendah
2 35 – 54 Rendah
3 55 – 64 Sedang
4 65 – 84 Tinggi
5 85 – 100 Sangat tinggi


E. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah apabila terjadi peningkatan skor rata-rat hasil penerapan strategi pembelajaran problem solving dalam memahami perilaku menyimpang dari siklus pertama ke siklus berikutnya. Perlakuan dianggap berhasil bila 89% siswa mencapai skor minimal 65 dari hasil tes belajar yang dicapai.





















DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haling Cetakan Pertama. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Makassar UNM
Aliem Bahri, S. Pd., M. Pd dan Andi Adam, S. Pd., M. Pd. 2009. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Makassar: Unismuh Makassar
Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. Sohardjono dan Supardi, 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pt Bumi Aksara.
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2005.
Dr. Wina Sanjaya, M. Pd. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1944. Garis-garis besar Program Pengajaran (GBPP)
Dedi Dwitagana dan Wijaya Kusuma. 2010. Mengenai Penelitian Tindakan Kelas. Kembang Jakarta. Barat: PT Indeks
Drs, Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswar Zain. 2006. Strategi Belajar Pembelajaran. Jakarta: Renika Cipta.
Drs, Kartono, Kartini. Parologi Sosial 3. Jakarta: Grafindo Persada.2002
Drs. M. Dalyono. Pikologi pendidikan.Jakarta: PT Asdi Mahasatya, Rineka Cipta.2005.
Drs. Narbuko, Cholid dan Drs. H. Achmadi Abu. Metodologi Penelitian. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Cetakan Kelima. 2003.
DR. Tholkhan, Imam dan Barizi, Ahmad, M.A. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: Hak Penerbitan pada PT Raja GRafindo Persada.2004.
Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.2009.
Drs. Mardalis. Metode Penelitian ( Suatu Pendekatan Proposal ). Jakarta: Penetbit Bumi Aksara.2004.
Drs. Nonci, S.pd. Ilmu Mendidik ( Guru Profesional ). Makassar: Percetakan CV. Karya Mandiri Jaya. 2004.
Deverger, Maurice. Sosiologi Politik. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada.2005.
Haling.A. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Makassar: UNF Press.
Lauseter, peter. Tes Kepribadian. Jakarta: Diterbitkan Oleh PT Bumi Aksara. 2003.
Prof. Dr. H. Jalaluddin. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.
Prof. Dr. H. Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003.
Prof. Dr. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta:Penerbit Oleh PT Rineka Cipta. 2002.
Prof. DR. K. Yin, Robert. Studi Kasus ( Desain dan Metode ) Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003.
Sarumpaet, E. I. Etika Bergaul.: Cetakan Kesembilanbelas. Bandung, copyright Indonesia. 2002.
Sardiman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada.2003.
Suseno, Franz Magnis. Model Pendekatan Etika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius ( Anggota IKAPI ). 1989.
Surya Brata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003.
Soekanto Soedjdono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Syaikh Muhammad Said Mursi . Seni Mendidik Anak. Jakarta: Penerbit Arroyan . 2001.
Wena Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
Wiratmadja.2006 Proses Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Bandung.

No comments: